Artikel Tentang Hukum
Pelembagaan Cerai Gugat Dengan Putusan Talak Ba’in Sughra Sebagai Wujud Keadilan Hukum Islam Bagi Perempuan
PELEMBAGAAN CERAI GUGAT DENGAN PUTUSAN
TALAK BA’IN SUGHRA SEBAGAI WUJUD KEADILAN HUKUM ISLAM
BAGI PEREMPUAN
Oleh H. Fitriyadi, S.H.I.,S.H.,M.H[1]
A. Pendahuluan
Keadilan merupakan harapan dan kecendurungan setiap orang dalam tatanan kehidupan, terutama dalam berinteraksi. Setiap negara maupun lembaga-lembaga dan organisasi di manapun mempunyai visi dan misi yang sama terhadap keadilan, walaupun persepsi dan konsepsi mereka bisa saja berbeda. Karena dalam pemahaman mereka keadilan sebagai konsep yang relatif dan tolak ukur yang sangat beragam antara satu negara dengan negara lain, dan masing-masing ukuran keadilan itu didefinisikan dan ditetapkan oleh masyarakat sesuai dengan tatanan sosial masyarakat yang bersangkutan.[2]
Wahbah Zuhayli menyatakan keadilan sebagai suatu ajaran universal oleh setiap Rasul, tidak mengalami perubahan dari setiap generasi Rasul dan berakhir pada Muhammad saw. Al-Qur`an dan Al Hadis disepakati sebagai dua sumber pokok dan utama ajaran Muhammad saw, karenanya umat Islam memiliki pegangan yang kuat untuk menggali dan memahami konsep keadilan yang akan diaplikasikan dalam kehidupan individual dan sosial mereka.[3]
Menurut Majid Khadduri, sumber keadilan itu ada dua: keadilan positif dan keadilan revelasional. Keadilan positif adalah konsep-konsep produk manusia yang dirumuskan berdasarkan kepentingan-kepentingan individual maupun kepentingan kolektif mereka. Skala keadilan berkembang melalui persetujuan-persetujuan diam-diam maupun tindakan formal, sebagai produk interaksi antara harapan-harapan dan kondisi yang ada. Sedangkan keadilan revelasional adalah bersumber dari Tuhan yang disebut dengan keadilan Ilahi. Keadilan ini dianggap berlaku bagi seluruh manusia, terutama bagi pemeluk agama yang taat.[4]
Keadilan dalam Islam pada dasarnya ingin mendorong Setiap anggota masyarakat untuk memperbaiki kehidupan masyarakat tanpa membedakan bentuk, keturunan dan jenis orangnya. Setiap orang dipandang sama untuk diberi kesempatan dalam mengembangkan seluruh potensi hidupnya.[5] Secara substansi, penegakan keadilan terutama di bidang sosial bukan hanya sekedar bentuk kontrak sosial melainkan tanggung jawab manusia terhadap Allah SWT. Bahkan al-Qur’an menegaskan bahwa alam raya ini ditegakkan atas dasar keadilan. Islam merupakan peraturan dan petunjuk kepada semua orang, oleh karena itu ketentuan hukum yang di atur didalamnya untuk bagaimana seseorang dapat menjadi anggota masyarakat yang adil, bahkan kemerdekaan orang di dalam rumah tangga dijamin oleh hukum Islam, dan orang lain tidak boleh mengganggu kemerdekaannya.[6]
Bahwa dalam Pembahasan keadilan dalam Islam tidak mungkin dapat mencakup seluruh aspek keadilan secara mendalam, dikarenakan pembahasannya begitu kompleks dan komprehensif, oleh karena itu Penulis mengarahkan pada pembahasan pada keadilan hukum dalam Islam. Pembahasan keadilan hukum tersebut dalam konteks implementasinya akan penulis kaji dalam bidang hukum perdata Islam, terutama dalam hal ini adalah membahas mengenai pelembagaan cerai gugat dengan putusan talak ba’in Sughra yang kerap didalihkan dan diterapkan di lingkungan peradilan agama di Indonesia, yang pada dasarnya konsep cerai gugat dengan putusan talak ba’in Sughra yang dijatuhkan oleh Hakim merupakan salah satu keadilan dalam pembaharuan Islam yang telah lama diterapkan terutama dalam aspek sosial dengan memberikan perlindungan bagi hak para perempuan/isteri yang ingin melepaskan/bercerai dari suaminya karena pertengkaran dan perselisihan/shiqaq, sementara hak thalaq/melepaskan/menceraikan dalam Islam itu cuma ada hanya pada suami saja, namun dengan adanya diperbolehkan gugatan cerai di Pengadilan oleh kaum perempuan ini merupakan suatu wujud pembaharuan hukum Islam yang menjunjung tinggi rasa keadilan bagi kaum perempuan.
Artikel Selengkapnya : KLIK DISINI
[1] Penulis adalah Hakim PA Marabahan.
[2] Zulkifli, 2018. “Tuntutan Keadilan Perspektif Hukum Islam”, Jurnal Ilmiah Syari‘ah, Volume 17, Nomor 1, Januari-Juni 2018, hlm. 137
[3] Wahbah Zuhaily, 1991. Al-Tafsir al-Munir, Jilid IX, Beirut: Dar al-Fikr, hlm. 41
[4] Majid Khadduri, 1999. Teologi Keadilan Perspektif Islam, Surabaya: Risalah Gusti, hlm. 1
[5] Afzalur Rahman, 1995. Doktrin Ekonomi Islam, Jilid 1, Terj. Soeroyo dan Nastangin. Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, hlm. 74
[6] Hamka, 1984. Prinsip dan Kebijaksanaan dalam Islam. Jakarta: Pustaka Panjimas, hlm. 188