Artikel Tentang Hukum
IHDAD Bagi Wanita Karier
IHDAD BAGI WANITA KARIER
Oleh H. Fitriyadi, S.H.I.,S.H.,M.H[1]
- Pendahuluan
Bahwa Ihdad[2] adalah suatu kondisi yang terjadi dimana diberlakukan oleh Syariat Islam untuk kaum wanita yang ditinggal mati suaminya, maka pada jaman dahulu mereka harus dibatasi, bahkan anggota keluarganya juga mengisolasikan dirinya di dalam ruang yang terpisah, hal mana yang mewajibkan bagi perempuan tersebut tidak boleh ganti pakaian dan tidak boleh memakai wewangian dan ini dilakukan selama satu tahun penuh lamanya, bahkan diilustrasiakan dalam sebuah hadist, yang menyatakan bahwa begitu baunya badan perempuan yang ber-Ihdad tersebut sehingga tak seorangpun berani menghampirinya, dan seandainya ia keluar ruangan dengan segera burung-burung gagak akan memakannya disebabkan bau busuknya yang ditimbulkan karena tidak tidak membersihkan diri dan tidak berhias.[3]
Menghadapi problem-problem model tradisi seperti ini secara perlahan ajaran Islam datang melakukan perubahan-perubahan yang cukup mendasar, Islam datang dengan mengupayakan adanya hak-hak perempuan tentang pengurangan serta kewajaran-kewajan waktu berkabung seorang istri, dan ini dilakukan tidak dengan cara merendahkan atau menistakan diri, maka dibuatlah suatu ketentuan Ihdad dalam Islam dan penulis juga mencoba membahas masalah Ihdad di Indonesia secara lebih mendalam lagi dengan menampilkan konteks hukum Indonesia kekinian terutama bagi wanita yang sekarang bekerja untuk mencari nafkah (wanita karier) yang harus melakukan
[1] Hakim Pengadilan Agama Marabahan
[2]Secara Bahasa adalah hadad/Imtina’ atau mencegah, secara Istilah adalah keadaan perempuan yang tidak menghias dirinya sebagai tanda perasaan bergabung atas kematian suaminya maka hendaknya wanita yang ditinggal mati suaminya itu tidak bersolek/menggunakan sesuatu yang bisa menarik perhatian orang lain untuk melihat dirinya dan menjadi terpikat. lihat Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqh Lima Madzhab, TP Lentera Basritama, Jakarta, 1996.hal 471.
[3] Abd. Muqsith Ghazali dkk, Tubuh, Seksualitas, dan Kedaulatan Perempuan RAHMA, Jakarta, 2000, hal 138.